Kamis, 19 April 2012

KADERISASI BADAN EKSEKUTIF, MAHASISWA UTSMAN BIN AFFAN


Perekrutan anggota baru Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Utsman bin Affan (UBA), Jakarta. Yang dilaksanakan pada tanggal 31 Maret s/d 1 April 2012. Perekrutan anggota bar atau kaderisasi ini, masih kurang dan belum sampai pada tahap samanya antara BEM dan Utsman bin Affan-nya.
Menurut saya yang pertama, adalah kaitannya antara UBA atau BEM UBA yang tidak bisa dipisahkan dengan Persatuan Islam (PERSIS). Dan BEM UBA ini harus memilikidan memegang karakter PERSIS, karena mau tidak mau harus mau. Sebab UBA adalah sebuah lembaga milik PERSIS. Dan akan memalukan jika mahasiswa Utsman  bin Affan tidak tau mengenai persis, bahkan tidak mengenalnya.
            Menurut salah satu peserta kaderisasi BEM UBA, ada selebaran yang dibagikan kepada peserta, untuk penunjang materi yang sedang disampaikan oleh pemateri itu, yang di dalamnya ternyata si pemateri (yang juga sebagai salah satu pengurus BEM UBA) salah menyantumkan tokoh pendirir PERSIS. Iini benar-benar menjadi pertanya besar, apakah si pemateri salah karena lupa atau benar-benartidak tau?
            Bahaya kalau hal ini benar-benar berasal dari ketidak tahuan sang pemateri, karena yang seharusnya pengurus BEM UBA itu sudah mengusung PERSIS sebagai dasar BEM UBA, ini malah dirinya pun belum tahu tentang PERSIS. Ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi para pengurus BEM UBA untuk memperbaharui semuanya, dan menurut saya ini benar-benar sangat penting, bahkan harus tegas dan tidakboleh main-main,kalaulah sampai pada tahap penasehat BEM UBA tidak tahu tentang PERSIS, saya rasa jangan diakui dari Kepenasehatan BEM UBA. L.A.M

Minggu, 01 April 2012

Sesungguhnya Manusia Itu Didalam Kerugian

 إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْر
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
وَالْعَصْرِ
Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:
 إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)

Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:

    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)

Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:

    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)