Minggu, 01 April 2012

Sesungguhnya Manusia Itu Didalam Kerugian

 إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْر
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
“Sesungguhnya manusia itu didalam kerugian”
    Menurut tafsiran Ahmad Hasan didalam kitab tafsirnya al-Hidayah (Tafsir Juz ‘Amma), ialah : “sekalian manusia yang ada di muka bumi ini dipandang oleh Allah sebagai rang-orang yang didalam kerugian..”
    Karena sebagaimana yang telah Allah sebutkan pada ayat yang pertama :
وَالْعَصْرِ
Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:
 إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)

Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:

    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)

Didalam tafsiran A. Hasan, makna ayat ini ialah “perhtikanlah masa”, walaupun menurut asalnya perlu diartikan “demi masa”. Maka sesungguhnya manusia itu semuanya dalam keadaan rugi.
    Menurut Prof. Dr. Syed M Nquib al-Attas,

Ialah menyadari bahwa dirinya secara mutlak tidak memiliki sesuatu apapun untuk ‘membayar’ hutangnya, kecuali kesadaran dirinya akan kenyataan bahawa intipati keadaan berhutang itu terletak apda kewujudan diri itu sendiri. Sehingga ia harus membayar dengan dirinya, dan mengembalikan dirinya kepada Dia yang memiliki dirinya secara mutlak. Ia sendiri adalah hutang yang harus dikembalikan kepada pemilik, dan “mengembalikan hutang” bermakna menjadikan dirinya dalam keadaan berkhidmat, atau menghambakan diri kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat yang terakhir Allah berfirman:

    Untuk merendahkan dirirnya dihadapan-Nya, maka seorang manusia yang terbimbing dengan benar secara tulus dan sadar mengembalikan dirinya hanya kepada Allah dengan memetuhi perintah-Nya, larangan-Nya, dan peraturan-Nya, dan dengan demikian ia menghidupkan hokum-Nya.
    Didalam tafsiran A. Hasan menyebutkan, baha orang-orang yang ada di bumi ini dipandang oleh Allah sebagai orang-orang yang dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan pekerjaan yang baik, dan bernasihat seorang kepada seorang (yang lain) pada menjalankan kebenaran didalam tiap-tiap hal dan bernasihat satu kepada yang lainnya pada menjalankan kebenaran, yakni sabar pada menanggung susah payah  tentang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. (L.A.M)