Kamis, 09 Juni 2011

Dibalik Tangan-Tangan Yahudi

Dimana ada loge freemasonry, disitu mereka melakukan propaganda untuk membela kepentingan mason (loge freemasonry). Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Artawijaya didalam bukunya yang berjudul “Jaringan Yahudi Internasional di Nusatara” di atas. Maka wajib untuk kita berhati-hati dalam suatu hal, karena belum tentu campur tangan Yahudi itu terlihat tidak menipu daya kita. Banyak bukti-bukti dan peristiwa-peristiwa yang ternyata ada campur tangan Yahudi yang memang telah ditutupi dari sejarah yang sebenarnya, bahkan Yahudi menguasai pers di Indonesia pun itu sengaja ditutup dari sejarah.
Ini bisa dilihat dari pemberitaan di Deli Courant pada 5 April 1993 yang membantah bahwa gerakan Freemasonry bukan gerakan politik yang membahaykan pemerintah. Di Deli sendiri, pada tahun 1888, Freemasonry sudah mendirikan loge tempat mereka menjalankan ritual dan pertemuan. (Dr. Th Stevens, Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004, hlm. 408). Bukti tentang propaganda pers Freemasonry di Hindia Belanda adalah keterkaittan Javasche Courant (Koran Jawa) dengan organisasi Yahudi tersebut, yang dapat dilihat dari keterlibatanya dalam upaya pendirian loge De Ster in het Oosten di Batavia. Dua tahun sebelum loge besar itu berdiri, pada 9 mei 1856, Javasche Courant, menyerukan kepada seluruh anggota Fremasonry di Hindia Belanda untuk bergotong royong membantu pendanaan pembangunan loge itu yang memakan biaya 40.000 gulden. (dikutip dari Artawijaya, Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010, hlm. 156. Yang dikutip juga dari Scott Merrillees, Batavia in Nineteenth Century Photographs. Artawijaya mengatakan, bahwa buku ini, selain memuat foto loge De Ster in et Oosten, juga memuat keterangan-keterangan soal keberadaan freemasonry di Indonesia). Bukti lain soal keterlibatan Freemasonry dalam dunia pers di Hindia Belanda terlihat dalm aktivitas Carell Eliza van Kasteren, petinggi Loge La Constante et Fidele di Semarang yang juga pemimpin redaksi De Locomotief.(Ulbe Bosma dan Remco Raben, Being Dutch in The Indies; A History of Creolisaation and Empire 1500-1920, Singapore: National University Press, 2008, hlm. 252)
Lalu sebuah artikel yang ditulis GS Sam Ratu Langi di Majalah Asia Raya, 29 April 1923. Tentang “Judaisme”, menyatakan bahwa semua pemimpin persuratkabaran Belanda di Indonesia, dikelola oleh bangsa Yahudi atau orang-orang Belanda keturunan Yahudi. Sam Ratu Langi mencatat beberapa nama, seperti Van Goudoefer dari surat kabar De Locomotief, J.H Ritman dari Bataviasch Handelsblad, De Vries dari De Jayabode, Van Bovenen dari Aneta, Wybrands dari Neuws van den Dag, dan Sluimer dari Surat Kabar A.I.D yang kesemuanya adalah orang-orang Yahudi. (Lihat Artawijaya, Gerakan Theosofi di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010 dalam sub-bab Pers Propaganda Theosofi dan Fremasonry di Indonesia, hlm. 131)
Surat Kabar A.I.D yang dikelola oleh orang Yahudi di Indonesia, mempunyai catatan kelam dalam melecehkan ajaran Islam. Suatu hari, Mohammad Natsir dan murid-murid dari AMS Bandung yang kebanyakan umat Islam, diajak oleh gurunya untuk mnedengarkan ceramah seorang pendeta Protestan, A.C Christoffel, disebuah gereja yang baru selesai dibangun di daerah Pieters Park (Taman Merdeka). Dalam ceramah yang berjudul “Mohammed als Profeet (Muhammad sebagai Nabi)”, Christoffel banyak memutarbalik fakta sejarah dan melakukan pelecehan terhadap Nabi Muhammad.
Bahwa Pendeta Chistoffel, meski mengakui Muhammad sebagai Nabi, tetapi dia hanya menganggap Muhammad sebagai Nabi dalam Perjanjian Lama kelas tiga saja. Muhammad juga dianggap sebagai pembuka jalan kebenaran bagi Kristus yang sebenarnya, dan Muhammad juga dianggap sebagai sosok yang mempunyai nafsu seksual yang besar dan menuduh ‘Aisyah Radliallahu ‘anha telah melakukan zina.
Ceramah pendeta Christoffel itu kemudian dimuat secara berseri di Surat Kabar A.I.D pada September 1929. Mohammad Natsir dan Fakhroedin Kahiri yang pada waktu itu juga aktif di Jong Islamited Bond (Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia) kemudian mendatangi Ustadz Ahmad Hassan, guru di Persatuan Islam (Persis). Dari pertemuan itu kemudian diusulka untuk dibahas dalam rapat Komite Pembela Islam, sebuah komite yang didirikan oleh para aktivis Persis yang bertujuan untuk melawan segala bentuk opini yang menistakan ajaran Islam. (Ajip Rosidi, M. Natsir Sebuah Biografi, Jakarta: Girimukti Pusaka, 1990, hlm. 43 yang dikutip oleh Artawijaya dalam buku Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010, hlm.157)
Lalu Artawijaya menambahkan didalam bukunya yang berjudul “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara”. Bahwa dari fakta di atas, jelaslah bahwa media massa propaganda Freemasonry, baik yang secara resmi dengan menggunakan identitas nama oragnisasi mereka atau media massa yang berada dikontrol gerak mereka, kerap kerap melakukan pelecehan terhadap Islam. Mereka yang berasal dari kalangan asli yang ada di Indonesia saat itu, adalah para Mason yang selalu mengobarkan kebencian terhadap Islam.

Tidak ada komentar: